Syaffarizal Main di Liga Qatar

Satu lagi pemain berbakat Indonesia yang berlaga di liga luar negeri, Syaffarizal Mursalin pemuda asal Aceh ini ternyata saat ini bermain untuk klub Qatar, Al-Khor SC.

Syaffariza bukan pemain sembarang, remaja yang lahir di Aceh pada tahun 1992 ini sempat menjadi pemain muda terbaik di Liga Qatar.

Kabarnya federasi sepakbola Qatar terus memantau perkembangan Syaffarizal guna melihat peluang menaturalisasi pemain tersebut guna membela Qatar.

Syaffarizal Mursalin memang besar di Qatar karena kedua orang tuanya berkerja dan bermukin di negara kaya minyak tersebut.

Tidak ingin kecolongan seperti halnya Radja Nainggolan pemain Cagliari berdarah Indonesia yang akhirnya gagal memperkuat timnas gara-gara terlebih dahulu memperkuat timnas senior Belgia negara ibunya, Badan Tim Nasional langsung bergera cepat.

BTN berencana segera memanggil Syaffarizal guna memperkuat timnas U-23 yang belaga di Pra-Olimpiade 2011.

“Ada satu warga negara Indonesia yang kini bermain di Liga Qatar. Namanya Syaffarizal Mursalin, usianya masih 18 tahun. Ia akan kami panggil untuk mengikuti seleksi. Ayah dan ibunya di Qatar, keturunan Aceh, dan bersedia main untuk Indonesia. Ia berpotensi mengisi slot tim pra-olimpiade yang membutuhkan pemain U-23. Minggu depan, ia akan datang ke Indonesia,” ujar Deputi Bidang Teknis BTN Iman Arif.

Selain Syaffarizal rencananya timnas U-23 juga akan diperkuat beberapa pemain yang saat ini berlaga di AFF CUP 2010 seperti Oktovianus Maniani, Kurnia Meiga, dan Yongky Aribowo selain itu pesepakbola berdarah Indonesia-Jerman Kim Jeffry Kurniawan yang saat ini sedang dalam proses naturalisasi oleh BTN juga diproyeksikan masuk tim ini

AWAS .. Mental Anak terganggu asap rokok!

Bukti semakin menumpuk supaya orang tua berhenti merokok atau sedikitnya tidak merokok di rumah. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Arsip Pengobatan Anak dan Remaja, anak-anak yang menghirup asap rokok cenderung akan berjuang menghadapi masalah kesehatan mental, terutama hiperaktif dan perilaku "buruk".

Penemuan tersebut, yang menambah desakan agar orang tua berhenti merokok atau sedikitnya merokok di luar rumah, masih belum jelas apakah asap tembakau sebenarnya memengaruhi otak anak atau ada hal lain yang berperan, kata peneliti yang diketuai oleh Mark Hamer dari University College London.

"Kami sudah mengetahui paparan asap rokok berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan tubuh anak, namun sisi kesehatan mental belum pernah dijelajahi," kata Hamer kepada Reuters Health melalui email.

Di Amerika Serikat, dua dari tiga anak antara usia tiga hingga 11 tahun terekspos asap rokok pasif.

Selain itu, satu dari lima anak berusia sembilan hingga 17 tahun telah didiagnosa dengan sejenis gangguan jiwa atau kecanduan, menurut Kementerian Kesehatan AS.

Hamer beserta koleganya mempelajari 901 anak inggris yang tidak merokok antara usia empat hingga delapan tahun, mengukur tingkat dari efek samping asap rokok dalam air liur anak-anak guna mengetahui besaran eksposur rokok dan orang tua mengisi kuisioner mengenai kondisi emosi, perilaku dan masalah sosial anak.

Semakin banyak asap tembakau pasif yang dihirup oleh anak, secara rata-rata, semakin rendah kesehatan mentalnya terutama berakibat hiperaktifitas dan kecenderungan berperilaku buruk, menurut penelitian tersebut.

Secara keseluruhan, sekitar tiga persen dari seluruh anak yang mendapat penilaian "abnormal" ditaksir dengan angka 20 atau lebih pada Kuisioner Kekuatan dan Kesulitan, kuisioner dengan 40 poin sebagai nilai tertinggi, yang berarti kesehatan jiwa terendah.

Dibandingkan dengan 101 anak yang paling jarang menghirup asap rokok, 361 anak paling terekspos dengan rata-rata 44 persen lebih tinggi dalam kuisioner -- 9,2 banding 6,4. Anak-anak cenderung menghirup asap rokok secara pasif di dalam rumah mereka.

Celah masih ada setelah para ilmuwan memperhitungkan faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan jiwa seperti asma, aktivitas fisik dan keadaan dalam rumah, meski mereka mencatat bahwa ada faktor tak terukur yang juga tidak bisa diabaikan.

Penelitian tersebut masih belum menjelaskan bagaimana rokok pasif dapat memicu masalah mental, meski para peneliti memperkirakan pengaruh genetik atau kemungkinan berkaitan dengan pengaruh kimia dalam asap rokok terhadap otak seperti dopamin, dan Hamer mencatat perlunya penelitian lanjutan yang mendalam.

Tetapi Michael Weitzman dari Pusat Medis Universitas New York, yang tidak terlibat dengan penelitian tersebut, mengatakan penemuan tersebut menguatkan bukti bahwa rokok pasif, dan kemungkinan eksposur tembakau saat kehamilan, menyebabkan masalah kesehatan pada anak.

"Banyak orang sekarang memahami bahwa eksposur rokok pasif pada anak meningkatkan resiko pada Sindrom Kematian Anak Mendadak ('Sudden Infant Death Syndrome'), infeksi telinga dan asma," katanya seperti dikutip dari Reuters.

"Tetapi rokok pasif juga membebani kualitas hidup anak, keluarganya dan masyarakat secara luas karena meningkatnya masalah kesehatan jiwa anak," katanya. (beritajitu.com)